Minggu, 08 Februari 2015

Setiap manusia yang bernyawa, pasti masih punya nyawa. Setiap manusia yang sedang menikmati hidup, pasti masih hidup. Kata-kata yang gue anggap mutiara ini udah gue pikirin sejak 2 hari yang lalu. Entah apa artinya tapi keren sekali..
Terinspirasi dari silaunya kepala bapak-bapak tanpa sehelai rambut yang lebih mirip batu bacan setelah digosok, gue seketika seperti disadarkan untuk mulai menulis blog yang jarang dikomen orang; yang udah lama gue tinggalin ini.

Diantara kalian --- kecuali kamu yang selalu gagal move on dari mantan, karena mau ngapain aja pasti selalu terbayang-bayang, bikin hidup gak bisa seru-seruan karena selalu merasa kesepian kayak di hutan --- pastilah punya sebuah harapan, ekspektasi, atau expectation. Harapannya pasti yang bisa buat kalian bahagia, contohnya tetep mau romantis-romantisan, mau jalan-jalan, walau sebenernya lagi punya uang pas-pasan. Tapi kalian semua pasti pernah mengalami yang namanya harapan tidak sesuai dengan kenyataan, yang terjadi sesungguhnya adalah 'ngenes'. Rumusnya, Ngenes = Expectation > Reality.

Dan ini adalah beberapa ekspektasi dan realita yang pernah gue alamin, yang gue anggap tabu namun layak tuk diperbincangkan.

1. Ulang Tahun.
Saat itu pacar (sekarang udah jadi mantan gue) ulang tahun, pas gue ulang tahun dia kasih gue miniatur gitar yang buat gue seneng banget karena emang gue suka gitar.
Ekspektasi, dia kasih gue kado bagus kayak gitu, tentu saja dibenak gue kalo dia ulang tahun gue akan kasih hadiah yang lebih bagus dan bisa buat dia seneng lebih dari apa yang gue rasain. Mungkin semacem miniatur lumba-lumba, karena dia suka sekali sama lumba-lumba. dan tiba-tiba gue sadar, gue cuma anak sekolah yang cuma pegang duit ceban setiap harinya. Gue bingung karena emang gak pernah ada tabungan. Setelah mentok mikir keras karena emang bener-bener gak ada uang, yang terjadi sebenernya adalah...
Realita, gue pergi ke salah satu supermarket deket rumah, dengan modal 20 ribu saja, gue mau pilih boneka lumba-lumba kecil pas lihat price tag harganya 35 ribu, pandangan gue beralih ke boneka zebra kecil liat price tag 30 ribu. Ah gue mengurungkan niat untuk membeli boneka, gue keliling-keliling sampai capek, akhirnya padangan gue tertuju pada suatu kotak yang isinya cukup renyah, iya wafer tango.. Gue coba ambil wafer tango 2 kotak dengan 2 varian rasa, coklat dan stroberi.
kemudian gue bungkus pake kertas kado, setelah dibungkus mirip sekali dengan tempat sarung gajah duduk. Didalamnya gue tulis, "Maaf aku cuma bisa kasih ini, ini wafer tango, dengan dua varian rasa, rasa coklat itu melambangkan aku, rasa stroberi itu melambangkan kamu, dan setiap lapisannya yang manis itu melambangkan rasa cinta kita. Berapa lapis? Ratusan. Selamat Ulang tahun ya." Gue dateng dengan penuh rasa percaya diri, gue kasih kado gue ke dia, ringan.. sangat ringan. Gue duduk di rumahnya, lalu dia membawakan gue secangkir teh, dan.... wafer tangonya. Rasanya gue mau jadi lumba-lumba yang dia suka, setelah itu gue mau nyelam, dan gak mau nimbul-nimbul lagi.

2. Jenguk Sakit
Jengukin orang sakit itu pahalanya besar, gak bawa bingkisan aja udah dapet pahala, apalagi bawa bingkisan. Jadi ceritanya saat itu pacar (sekarang udah jadi mantan (lagi)) sedang sakit. Tentu saja siapapun ingin menjenguk seseorang dengan membawa bingkisan, dengan harapan agar yang dijenguk cepat sembuh dan kita bisa menghiburnya sejenak. Walaupun posisinya gue lagi cekcok berat sama dia saat itu, tapi bagaimanapun empati gue terlalu besar daripada ego gue, makanya niat baik itu harus tetap gue realisasikan.
Ekspektasi, gue mau jengukin dia bawain parcell buah-buahan, mungkin karena kebanyakan nonton ftv jadinya otak gue agak konslet sampe mikir kesitu. Padahal gue sadar di jaman sekolah dulu ngumpulin duit goceng aja harus rela kelaperan dan harus tahan godaan renyahnya bala-bala di jam istirahat. Dan kalian pasti nebak gue gak bisa bawain dia parcell kan? Hmm.. Tentu saja kalian benar. Dan yang terjadi sebenarnya...
Realita, gue nekat ke supermarket sampai dapet buah-buahan, gue tengok kanan kiri kira-kira buah apa yang pas untuk orang sakit, sampai mata gue terpaku pada sebuah pilihan, buah yang agak kekuningan itu biasa dipanggil buah pir. Ya gue putuskan untuk membelikannya buah pir. Gue mulai memilih dan memilah Pir tersebut, gue timang-timang, gue drible, gue jugling, sampai akhirnya dapet 10 buah. Dengan sangat percaya diri gue mulai menimbang buah tersebut agar gue tau berapa harganya. Mesin timbangan menunjukan angka Rp. 50.200, gue bengong beberapa menit.. mencoba meraba kantong yang diantaranya ada beberapa koinan. Akhirnya gue kurangi 2.. uang gue masih kurang.. Kurangi 2 lagi.. masih kurang.. Kurangi 2 lagi.. Akhirnya cukup. 4 Buah pir sudah ada ditangan gue dibungkus plastik bening yang membuat gue semakin nggak pede buat bawanya. Tapi gakpapa gue bergegas untuk segera ke rumah dia karena cuaca saat itu sudah agak mendung.
Sesampainya disana gue melihat sebuah motor terparkir dengan cantik dan menantang, entah motor siapa.. Gue ketuk pintunya, akhirya kakaknya keluar dan gue lihat dari luar sudah ada cowok yang lebih dulu menjenguknya dengan membawa buah-buahan lengkap nan istimewa, gue kasih 4 buah pir yang gue beli ke kakaknya, beserta barang-barang yang pernah dia kasih ke gue. Yang kebetulan gue udah siapin sehari sebelumnya. Gue cuma biang gini ke kakaknya, "kak, salam yaa.. Semoga cepet sembuh." Setelah itu gue pulang dan saat itu juga berakhirlah kisah gue sama dia, dan guue nggak pernah main-main lagi ke rumahnya sampai sekarang.

3. Liburan Bareng.
Liburaaaaaaaannnnnn.. setiap individu berharap menghabiskan liburan dengan melakukan hal yang menyenangkan. Salah satu temen gue ada yang mengadakan tour ke pantai bareng-bareng pake bis gitu. 2 bulan sebelum hari-H, gue putuskan untuk ikut karena hari-H pas banget gue libur panjang dan gak kemana-mana. Gue daftar 2 bangku sekaligus, satu bangku lagi untuk siapa? buat pacar (sekarang udah jadi mantan (lagi dan lagi)), gue gak pernah kasih tau kalo dia gue daftarin ikut, niatnya sih mau kasih semacem surprise. Gue mulai mencicil biaya pendaftarannya, gue sisihkan dari uang jajan gue selama 2 bulan, gue jadi jarang jajan, tapi gakpapa demi sebuah ekspektasi gue.
Ekspektasi, gue kasih dia kejutan buat gue ajak liburan ke pantai, gue yakin siapapun seneng diajak liburan ke pantai. Suap-suapan cemilan didalam bis saat perjalanan, ketiduran di bahu satu sama lain saat lelah di perjalanan, lari-larian di pinggir pantai, minum es kelapa satu berdua, berenang diiringi suara ombak sambil main air, sampai main kubur-kuburan di pasir hingga mata kelilipan dan akhirnya dimakamkan. Pokoknya harapan itu terus memotivasi gue untuk segera melunasi cicilan biaya pendaftarannya. Akhirnya lunas, dan yang terjadi sebenarnya adalah..
Realita, hari-H telah tiba!! belum pernah gue bangun tidur sesemangat saat itu. pagi-pagi sekitar jam 6 gue jemput dia di rumahnya dengan menunggangi kendaraan butut seadanya. Gue bilang ke dia kalo gue mau ajak dia ke pantai hari ini. Jujur gue menunggu wajah cerianya, tapi malah apa yang gue dapet dia malah menolak ajakan gue yang penuh tumpah darah itu. Gue mencoba membujuknya. Tapi jawabannya membuat gue berkata "Yah..." berulang-ulang kali. ternyata dia udah ada acara hari itu juga sama keluarganya. Yasudahlah gue pasrah. Memang sih keluarga lebih penting, tapi setidaknya gue cuma berharap dia bisa hargain sedikit usaha gue yang pengin buat dia seneng. Jujur gue sedih, gue pulang dari rumahnya dengan wajah sedih, supir-supir angkotpun seakan-akan ingin ngasih gue sehelai tisu. Tadinya mau seneng-seneng pas liburan malah jadi sedih. Gak sesuai apa yang gue harapkan. Diperjalanan gue duduk sendiri, bangku sebelah gue kosong, hati gue juga terasa kosong, bikin liburan gue makin gak asik. Yaudah sepanjang perjalanan gue tiduran di dua bangku yang gue sewa. Daripada mubazir.



Sebenernya masih banyak hal yang bisa gue share tentang ekspektasi dan realita ini, yang bisa buat gue belajar buat kebal sama hal-hal ngenes yang pernah gue alamin. Tapi jujur kalo hal itu gue gak alami, mungkin hidup gue terasa standart dan flat. Gue harus tetap bersyukur, begitu juga kalian yang sama ngenesnya. Karena dibalik ekspektasi yang indah, pasti ada realita yang lebih indah. Kalau masih tidak sesuai, ambil saja hikmahnya. Karena sesungguhnya bukan karena tidak bisa sesuai ekspektasi, tapi 'belum'. Bye.

Follow me @pixfow